Senin, 26 April 2021

 Kampung Guru Bogor?

Kampung Urug merupakan salah satu kampung adat yang berlokasi di Desa Kiarapandak, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor. Kampung ini merupakan sisa peradaban masa silam yang sampai saat ini nilai tradisinya masih dipertahankan sampai saat ini.

Masyarakat di sini menganggap mereka berasal dari keturunan Prabu Siliwangi, raja kerajaan Pajajaran Jawa Barat. Seorang ahli pernah memeriksa konstruksi bangunan rumah tradisional di Kampung Urug, ia menemukan sambungan kayu tersebut sama dengan sambungan kayu yang terdapat pada salah satu bangunan di Cirebon yang merupakan sisa-sisa peninggalan Kerajaan Pajajaran.

Kata Urug berasal dari kata "Guru”, dengan membalik cara membacanya. Biasanya dari kiri sekarang dibaca dari sebelah kanan. Kata "Guru" berdasarkan etimologi rakyat atau kirata basa adalah akronim dari digugu ditiru. Jadi seorang guru haruslah "digugu dan "ditiru" yang artinya dipatuhi dan diteladani segala pengajaran dan petuahnya.

Sejarah kampung ini memiliki beberapa versi. Perbedaan tersebut bukan terletak pada siapa dan darimana Ieluhur mereka, akan tetapi terletak pada masalah tujuan atau motivasi yang menjadi penyebab berdirinya Kampung Urug. Bisa nih djadikan tujuan wisata sejarah, supaya bisa mengenal lebih banyak lagi sejarah di Indonesia.

 Cagar Budaya Di Kebun Raya Bogor

Kalo kamu ke Kebun Raya Bogor pernah sadar gak sih ada patung berbentuk sapi yang konon katanya dulu merupakan kendaraan Dewa Siwa? Lokasi Patung Sapi ini tidak jauh dari pintu masuk utamamasuk utama KRB, sekitar ± 30 m sebelah kanan berdekatan dengan salah satu pohon terbesar di KRB yaitu Kayu Raja (Koompasia exselsa).  

Konon, katanya patung Lembu Nandi dan Arca Siwa di Kebun Raya Bogor ini kemungkinan berasal dari abad 8-15. Jadi usia kedua arca ini jauh melebihi umur Kebun Raya Bogor yang baru dibangun tahun 1817. Pada tanggal 7 Mei 2018 situs patung sapi ini telah terdaftar pada Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman dengan status dalam proses verifikasi.

Patung sapi ini berasal dari salah satu kolam kuno di daerah Kotabatu, Ciapus, Bogor yang dipindahkan oleh Dr. Friedrich. Namun, ada versi lain bawah yang memindahkan patung sapi tersebut adalah C. G. C Reinwardt kepala Kepala Kebun Raya Bogor pertama pada tahun 1817.

Setu Yang Sudah ada Sejak Abad ke-19

Danau Setu Cigudeg merupakan salah satu dari sekian banyak setu peninggalan zaman kolonial Belanda. Namun sangat disayangkan, karena kurangnya perhatian dan perawatan, Setu Cigudeg menjadi terbengkalai.

Setu Cigudeg terletak di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, berjarak 42 km dari kota Bogor ke arah barat. Setu ini berada tepat dipinggir jalan raya yang menghubungkan Kota Bogor dengan kota-kota lain di Kabupaten Banten. Setu dengan luas 1,5 ha ini diperkirakan dibangun masa pemerintahan klonial Belanda sekitar abad ke-19. Setu ini terbentuk karena adanya pembangunan tanggul sepanjang 300m dimana diatasnya dibuat jalan yang menghubungkan Kota Bogor dengan Rangkas Bitung dan Pandeglang.

Dahulu, danau ini dimanfaatkan sebagai irigasi sawah dan pembangkit listrik oleh sebuah pabrik milik pengusaha perkebunan bangsa Belanda yang berada di sekitar Cigudeg. Tahun 1970 air danau Setu Cigudeg masih nampak jernih walaupun

pendangkalan sudahmulai nampak seiring meningkatnya jumlah penduduk disekitarnya. Hingga tahun 1990an, keadaan Setu Cigudeg benar-benar terbengkalai tanpa perawatan.

Pendangkalan yang terus menerus terjadi dari tahun ketahun menyebabkan kedalaman setu ini saat ini hanya mencapai 3m. Saat ini kualitas air setu pun sangat buruk. Sehingga mustahil Setu Cigudeg ini menjadi habitat hidup ikan-ikan. Selain itu, banyak juga bangunan yang didirikan diatas jalan yang melintasi setu ini. 

 Wayang Bambu Khas Bogor Yang Hampir Punah


Wayang khas dari Kota Hujan ini sedikit berbeda dari jenis wayang kebanyakan. Memiliki gerakan yang lincah, badannya naik turun dan tangannya menari-nari mengikuti irama musik karawitan Sunda. Wayang Bambu, begitulah sebutannya. Wayang khas dari kampung Cijahe, Bogor ini termasuk salah satu jenis kesenian yang langka. Pasalnya sudah jarang dijumpai masyarakat yang mengembangkannya.

Wayang biasanya terbuat dari bahan kulit atau kayu. Wayang ini berbahan dasar dari bambu. Lewat pembuatnya yang terampil, bambu disulap dan dibentuk sedemikian rupa menghasilkan karakter-karakter wayang yang unik.

Sebetulnya wayang bambu ini sering dipertunjukkan pada zaman dahulu. Namun kesenian tradisional ini pernah menghilang dan hampir punah. Padahal kesenian wayang bambu merupakan salah satu harta budaya Indonesia yang paling berharga. Berbeda dengan kesenian wayang yang biasanya mengangkat cerita Mahabharata atau Ramayana, uniknya cerita dalam pertunjukan wayang  bambu ini mengangkat kisah kehidupan sehari-hari yang sedang ramai dibicarakan masyarakat.

Uniknya lagi, penggunaan bahasa sunda Bogor  dipilih untuk berkomunikasi dalam pertunjukan wayang bamboo ini. Hal ini merupakan upaya dalam melestarikan dan mengenalkan bahasa Sunda kepada banyak kalangan. Semoga semakin banyak orang yang mengenal wayang bambu. Sehingga salah satu harta budaya Indonesia ini tetap lestari. Wayang bambu, jangan hilang dan punah lagi.

 Stasiun Ciomas Yang Terbengkalai


Stasiun Ciomas/Halte Ciomas merupakan halte kereta api yang terletak di Genteng, Bogor Selatan, Bogor. Berada pada ketinggian +349 meter, halte ini yang letaknya paling selatan di Kota Bogor.  Beroperasi sejak 13 Desember 2008, halte ini melayani pemberhentian kereta api Bogor–Sukabumi, p.p. Dan juga mendukung slot jalur kereta api Bogor–Sukabumi–Cianjur–Bandung yang saat itu masih sedikit layanannya.Oleh karena banyak nya kendala, stasiun ini pun dihentikan operasinya semenjak 15 Desember 2012.

Halte ini juga otomatis dinonaktifkan karena sudah tak lagi melayani kereta api Bumi Geulis. Walaupun telah ada kereta api Pangrango yang melayani rute sama dengan KRD Bumi Geulis, perjalanannya tidak berhenti di halte ini karena terlalu panjangnya rangkaian (peron di halte ini sangat pendek). Halte ini hanya memiliki satu jalur kereta api. Bangunan utamanya kini sudah mangkrak. Terkait pembangunan jalur ganda Bogor Sukabumi, halte ini nantinya akan diaktifkan kembali dan diupgrade menjadi Stasiun Ciomas dengan 3 jalur.

Walaupun telah ada kereta api Pangrango yang melayani rute sama, perjalanannya tidak berhenti di halte ini karena terlalu panjangnya rangkaian atau dengan kata lain, peron di halte ini sangat pendek. Halte ini hanya memiliki satu jalur kereta api. Sekarang bangunan utamanya sudah terbengkalai dan mengkerak.

Senin, 12 April 2021

The Bucketlist Lapangan Basket Kelas Dunia

Lapangan Basket Kelas Dunia Kini Hadir di Bogor, The Bucketlist. Telah resmi beroperasi sejak tanggal 12 Desember 2020, Berada di Jl. R.H. Moh. Tohir No.1, Kel.Tanah Baru, Bogor–16154, Jawa BaratBermula dari sebuah inisiatif seorang pecinta basket asal kota Bogor, Helmy Yusman Santoso. “The Bucketlistadalah tempat yang diharapkan bisa memenuhi kerinduan pecinta basket untuk bermain di lapangan ‘kelas’ dunia, sembari juga menikmati sejarah basket baik nasional maupun international. Dengan slogan “All-Star, All In“, tempat ini ingin menghadirkan one stop basketball experience yang menghadirkan tiga pilihan pengalaman. Mulai dari education, experience, dan entertaiment di bawah satu atap yang sama.

Bukan sekedar lapangan basket kelas dunia dengan standarisasi Federal Basket Internasional (FIBA), The Bucketlist Indonesia juga menghadirkan galeri basket pertama dan terbesar di Indonesia. Di mana area tersebut menampilkan sejarah basket tanah air maupun dunia. Setiap kenangan dan pencapaian penting dari para bintang basket akan selamanya terpampang dan terekam dalam galeri “The Bucketlist”. Bola basket memang tidak pernah hanya sebatas olahraga. Bagi sebagian orang, bola basket sudah menjadi bagian dari hidup mereka. Selain itu, The Bucketlist Indonesia juga menghadirkan beberapa fasilitas lain seperti NCR Sport yang akan memenuhi kebutuhan perlengkapan basket bagi pencinta basket. Ada juga The Bucketlist Kitchen yang akan memanjakan pengunjung dengan berbagai kuliner khas Bogor favorit para wisatawan.

 Lawang Surya Kencana 


Berdiri di depan gerbang utama Kebun Raya, akan terlihat dengan jelas sebuah gerbang berwarna merah bertuliskan “Lawang Suryakencana”. Lengkap dengan ornamen khas Etnis Tionghoa berupa dua patung singa di sisi kiri dan kanannya. Sudah biasa jalanan tersebut ramai oleh pedagang dan pembeli berlalu-lalang. Sejarah memang membentuk kawasan tersebut sebagai kawasan pasar meski sudah dibangun sedemikian rupa rapinya.

Di Bogor, bagian dari jalan tersebut lebih dulu dikenal sebagai sebuah pusat perekonomian kota yang diberi nama Handelstraat, cikal bakal dari Jalan Suryakencana. Dalam pembangunannyan, jalan ini membunuh ribuan masyarakat pribumi yang diperintah sebagai kuli murah dan dipekerjakan secara keji dan paksa.

 

Dahulu, bagian utara dari kawasan ini adalah sebuah pasar yang bernama Pasar Baroe atau Pasar Bogor sebagai pasar tertua di Kota Bogor. Pasar ini juga dilengkapi dengan kelenteng Hok Tek Bio (Vihara Dhanagun) sebagai kelenteng dengan unsur perniagaan yang kental. Sayangnya, tempat yang dulunya merupakan bangunan pasar dirubah menjadi Plaza Bogor sehingga bagian pasar tradisional berpindah ke bagian belakang gedung. Dimulai pada tahun 1950, nama Handelstraat diubah namanya menjadi Suryakencana oleh pemerintah Kota Bogor dan karena perubahan nama itulah mengapa kawasan ini lebih dikenal sebagai Kawasan Pecinan Suryakencana.

 

Di sepanjang jalan Suryakencana lah tersimpan berbagai nilai peninggalan sejarah dan budaya yang besar, khususnya pada nilai pluralisme kawasan yang tergabung atas kebudayaan Sunda dari masyarakat lokal juga Tionghoa sebagai para pendatang. Dengan  memperlihatkan nilai tersebut pada sebuah bangunan gerbang khas masyarakat Tionghoa yang diberi nama Gerbang Lawang Suryakencana. Gerbang ini menjadi penanda pintu masuk menuju Kawasan Pecinan atau yang biasa disebut sebagai Kampung Tionghoa. Ini merupakan sebuah kota pusaka yang menyimpan berbagai aset warisan sejarah dan budaya nasional. Uniknya, Gerbang Lawang Suryakencana mengadopsi berbagai kebudayaan dari masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Terpasang juga sebuah penanda yang digantungkan berupa sebuah papan yang bertuliskan nama kawasan beserta lokasi yang diadopsi dari kebudayaan sekitar. Tulisan Lawang Suryakencana merupakan nama dari kawasan Kampung Tionghoa, Suryakencana.

Budaya Cucurak

Cucurak sudah menjadi budaya bagi warga Bogor setiap menjelang Ramadhan. Cucurak merupakan suatu kegiatan berkumpul dan kakan bersama warga kampung, keluarga, atau teman. Tradisi ini masih bertahan hingga sekarang. Cucurak berasal dari kata “curak-curak” dalam Bahasa Sunda memiliki arti senang-senang. Dalam adat Sunda, cucurak lebih sering dilakukan untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan. Tidak hanya itu, cucurak juga dilakukan untuk menjalin silaturahmi dan saling memaafkan antar masyarakat atau kerabat. Cucurak merupakan salah satu cara untuk menjaga kerukunan antar masyarakat.

Kegiatan cucurak bermaksud dengan mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT, karena telah memberikan kesempatan untuk bertemu kembali dengan bulan Ramadhan. Biasanya menu makanan yang ada saat cucurakn adalah menu makanan yang sederhana, dan disajikan diatas beberapa daun pisang yang disusun memanjang, dan dinikmati dengan bersama-sama secara lesehan atau duduk dibawah.

 Lawang Salapan


Lawang Salapan atau Tepas Salapan Mlawang Dasakreta yang dalam bahasa Indonesia berarti Teras Sembilan Pintu 'Dasakreta'. Terletak di Jl. Raya Pajajaran Bogor, Jawa Barat. Bangunan berwarna putih tersebut berbentuk sepuluh pilar yang menyangga tembok bertuliskan “Di Nu Kiwari Ngancik Nu Bihari Seja Ayeuna Sampeureun Jaga” yang memiliki arti “Di Saat Ini Ternyata Para Bihari Seja Sekarang Siap Untuk Menjaga”, pada bagian bawah tiang terdapat unsur daun bunga teratai yang melambangkan Nusantara.

Kesepuluh pilar itu membentuk lawang atau bukaan yang berjumlah sembilan/salapan. Bukaan tersebut menegaskan ciri-ciri asli Bogor yang bersifat terbuka dan memiliki banyak daerah. Tepas Salapan Lawang Dasakreta atau TSLD didesain dengan sarat makna sejarah terutama sebagai peninggalan pusaka kota. Sepuluh tiang yang menjadi penopangnya itu melambangkan DASAKRETA yaitu sebuah konsep yang diabadikan dalam naskah kuna Pakuan Pajajaran. Dasakreta akan mengingatkan setiap manusia mengenai sepuluh hal yang harus dijaga kebersihannya secara jasmani maupun rohani.

Kesepuluh tiang-tiang tersebut menghadirkan sembilan lawang yang melambangkan sembilan titik pintu yang ada pada raga manusia serta menjadi penghubung bagian tubuh manusia dengan penciptanya. Dengan menjaga 10 bagian dalam raga maka kesembilan aspek kesejahteraan akan terwujud atau dalam arti lain akan membuka pintu kesejahteraan. Selain itu, lawang tersebut juga menyiratkan sikap rendah hati.

Sebuah sikap yang senantiasa "NGALAWANGAN' atau mempersilakan siapapun untuk masuk ke kota Bogor. Sikap itu pula yang terabadikan dalam toponimi Kota Bogor seperti Lawang Gintung, Lawang Saketeng, Lawang Suryakencana, dan sebagainya.

Lawang Salapan tentu dapat menjadi penguat kehadiran Tugu Kujang sebagai simbol Kota. Sekaligus menjadi penghubung antara Tugu Kujang dengan kawasan Kebun Raya Bogor dan Istana Bogor. Pada kedua sisinya terdapat dua buah gazebo berbentuk rotunda yang menggambarkan hubungan harmonis antara manusia dengan alam.

Sepuluh tiang tersebut menyangga tembok putih panjang bertuliskan 'Di nu kiwari ngancik nu bihari, seja ayeuna sampeureun jaga' yang akan mengingatkan semua orang tentang moto KOTA BOGOR yang berati: 'segala hal di masa kini adalah pusaka masa silam, dan ikhtiar hari ini adalah untuk masa depan'