KERANGKA KARANGAN NON FIKSI
1.
Pembukaan :
Ø Konsep :
o
Pengenalan masalah
: Anak broken home
Ø Studi kasus :
o
Contoh kasus
: Masa depan Anak broken home
2.
Isi :
Ø Dampak : Kesepian
yang dirasakan sang anak
Ø Riset :
o Anak “Broken
Home” pasti sangat mengerti beberapa penderitaan yang ia alami ini.
1.
Kehilangan
2.
Kesedihan
3.
Merasa sebagai sebab perpecahan
4.
Entah dimana akan “berlabuh”
Ø
Argumentasi :
o Banyak yang
mengatakan bahwa anak Broken Home itu tidak mempunyai masa depan yang cerah.
Hidup mereka hancur karena tak mendapat perhatian dari orang tuanya. Siapapun
yang membuat statemen ini akan saya katakan bahwa dia salah.
o Mungkin memang
benar, anak-anak yang menjadi korban perceraian bermasalah soal masa depannya.
Namun selama sang anak punya pendirian yang kuat, punya tujuan yang jelas demi
keluarga kecilnya, dan menjaga diri dari pergaulan bebas yang sangat suram dan
gelap di luar sana. Maka setidaknya hal itu dapat menjamin sang anak berubah ke
kehidupan yang lebih baik.
3.
Penutup :
Ø Solusi :
o
Hal yang anak-anak korban perceraian atau broken
home butuhkan bukanlah perlakuan khusus atau dengan cara mengistimewakan
mereka, namun lebih kepada bagaimana memahami kondisi mereka dalam empati yang
tinggi. Lalu jika mampu, berilah solusi tanpa atau dengan mengajak setiap pihak
yang terlibat dengan masalah mereka, untuk setidaknya mengurangi beban mereka
dengan sebuah tindakan yang pasti.
Ø Saran :
o
Sebaiknya kepada
orang tua korban, lebih memikirkan kondisi anak dibandingkan masalah dari diri
sendiri. Karena kalau sudah seperti ini anak yang menjadi korban dan harus
menanggung semua bebannya sendiri tanpa bantuan dari orang tua.
“BROKEN
HOME”
Banyak orang yang
belum mengetahui apa arti sebenarnya dari sebuah kata 'broken home'. Istilah
broken home dapat diartikan sebagai keadaan keluarga yang tidak harmonis karena
adanya suatu masalah. Salah satu contohnya adalah jika seorang suami dan istri
yang mengalami perceraian. Banyak sekali penyebab perceraian dari sebuah rumah
tangga, salah satunya adalah mulai tidak harmonisnya hubungan antara seorang
suami dan istri, yang membuat mereka sering bertengkar di depan maupun di
belakang anak.
Perceraian
orangtua ini sangat berdampak besar bagi kehidupan sang anak, banyak dampak
yang ada mulai dari dampak positif hingga negatif. Mulai dari anak merasakan
kurangnya kasih sayang dari orangtua, sedih berlarut karena tidak tega melihat
sang ayah dan ibu bertengkar terus menerus, dan ada juga yang menjadi benci
kepada kedua orangtuanya. Tumbuh dan berkembang di dalam keluarga yang bisa
dibilang 'broken' bukanlah hal yang bisa dipilih oleh seorang anak. Tentu juga
bukan hal yang mudah untuk dihadapi si anak. Sebab, anak broken home tumbuh di
keluarga yang sering mengalami pertengkaran antar orangtua, bahkan sampai ada
yang melakukan kekerasan. Menurut mereka, keadaan seperti itu sudah dianggap
biasa bagi, karena saking sering nya melihat kondisi seperti itu di rumah.
Akibatnya, terkadang anak menjadi tidak betah di rumah dan cenderung selalu
sedih jika keadaan rumah sedang tidak baik. Hal ini bisa menyebabkan trauma dan
stres yang mendalam kepada anak broken home. Tidak semua anak bisa menghadapi keadaan
seperti itu dengan lapang dada, ada anak yang bisa menerima dan mengikhlaskan
keputusan kedua orangtuanya untuk bercerai namun ada juga yang belum bisa
menangani permasalahan seperti ini.
Setiap manusia
yang terlahir kedunia pasti mempunyai
impian memiliki keluarga yang harmonis dan bahagia. Keluarga adalah hal yang tak bisa dipisahkan
dari kehidupan setiap individu, bahkan masa depan seorang anak bergantung dari
baik tidaknya hubungan sebuah keluarga. Namun adakalanya keluarga mengalami
perpecahan yang berakibat perceraian, inilah yang dinamakan “Broken Home”.
Anak “Broken Home”
pasti sangat mengerti beberapa penderitaan yang ia alami ini.
1. Kehilangan
Korban Broken Home
benar-benar mengerti apa itu yang dinamakan kehilangan sesungguhnya. Bagi orang
normal, kehilangan semisal pacar atau barang berharga itu bukanlah hal yang
perlu ditangisi hingga berlarut-larut. Kehilangan yang dialami oleh anak broken
home bukanlah kehilangan yang bisa di dapat atau dikembalikan seperti semula.
Mereka benar-benar kehilangan apa yang selama ini dimiliki setiap keluarga
utuh, cinta dan kasih sayang.
2. Kesedihan
Ibaratnya mereka
adalah kesedihan sebenarnya. Anak Broken Home benar-benar mengerti, bahkan
sedih yang dialami orang lain. Mereka sadar bahwa apa yang dilalui ketika
keluarga mereka hancur, disitulah kesedihan sesungguhnya berawal. Seperti yang
saya katakan tadi, seakan dunia runtuh tepat dihadapannya.
3. Merasa sebagai sebab perpecahan
Karena pecahnya
keluarga, kalian anak Broken Home pasti merasa bahwa masalah yang dialami orang
tua ada sebab dari diri kalian sendiri hingga mengecap diri kalian seakan
sebagai sebab perpecahan. Namun, saya fikir ini bukan alasan yang rasional
bahwa kalian adalah sebab perpecahan itu
4. Entah dimana akan “berlabuh”
Kalian pasti berfikir
keras dimana akan melanjutkan hidup, apalagi jika mengetahui bahwa kedua orang
tua telah membangun keluarga baru mereka masing-masing. Kalian merasa buta arah
dan tujuan hingga tersesat. Namun beruntunglah kalian jika memiliki sanak
saudara maupun keluarga semisal nenek dan kakek yang senantiasa menerima kalian
selalu.
Hidup di
lingkungan keluarga yang keras seperti itu terkadang membuat anak broken home
cenderung mempunyai kepribadian seperti di bawah ini:
1. Introvert (tertutup)
Beberapa anak broken
home terkadang menutup diri dikarenakan mereka terlalu banyak memendam dan
berpikir bahwa tidak semua orang dapat mengerti isi hati mereka. Jadi, mereka
lebih cenderung Introvert dibanding anak-anak yang lain.
2. Suka Overthinking
Dikarenakan suka
memendam dan tidak dapat mengeluarkan isi hati nya, menyebabkan anak broken
home mempunyai sifat overthinking.
3. Lebih Sensitive
Anak broken home
cenderung mempunyai hati yang peka dan sangat sensitive terhadap apapun yang
sedang mereka rasakan
Korban broken home
yang sedari kecil tanpa pengawasan dari orang tua selalu berusaha dijalan lurus
kehidupan, mereka cenderung iri kepada siapa pun yang hidup berdamai bersama
keluarga nya meskipun berada di level sederhana.
Dengan berbagai
latar belakang yang menjadi penyebab terjadinya broken home tersebut, anak
selalu menjadi pihak yang paling dirugikan. Baik dari segi jasmani maupun
secara psikis mereka.
Secara psikologis,
kondisi anak broken home tentunya akan berbeda dengan anak yang terlahir dari
keluarga yang harmonis. Beberapa di antara ciri-ciri anak broken home adalah:
1. Pendiam
Ketika mengalami
broken home, sebagian anak akan menjadi anggota keluarga yang dipaksa untuk
diam. Dengan pertengkaran dan adu pendapat yang terjadi pada kedua orangtuanya,
ia harus menelan semua masalah tanpa bisa berpendapat.
Banyak orangtua
beranggapan karena anaknya masih kecil sehingga tidak akan memahami apa yang
terjadi pada kedua orangtuanya. Padahal tak jarang justru si anak sudah
mengerti apa yang terjadi pada kedua orangtuanya dan akhirnya mengalami
depresi. Sebagai jalan keluarnya, ia pun menjadi pendiam karena tidak mau
masalah keluarganya semakin rumit lagi.
2. Menjadi Anak
yang Unggul
Meskipun jarang
terjadi, tapi sebenarnya ada ciri-ciri anak broken home yang positif. Anak
tersebut bisa tumbuh dengan baik hingga dewasa dan bahkan menjadi seseorang
yang unggul.
Biasanya anak yang
seperti ini akan memiliki kepekaan yang tinggi dan kecerdasan melebihi orang
lain. Tak jarang ia jadi memandang masalah yang dihadapinya secara dewasa.
3. Bijaksana
Seseorang yang
bijaksana akan mengetahui batasan sampai mana ia membicarakan tentang masalah
pribadinya. Sama halnya anak broken home, ia akan tumbuh menjadi seseorang yang
bijak dan tidak sembarangan membicarakan masalahnya.
Meskipun biasanya
ia terlihat lebih cuek dan tidak akan mulai berbicara terlebih dahulu, tapi
bukan berarti ia tidak mempedulikan orang lain. Ia hanya memilih untuk tidak
membuka diri, karena beranggapan orang lain yang tahu tentang masalahnya hanya
akan mengetahui aibnya tanpa bisa menolong.
4. Lebih Peka atau Peduli
Salah satu dari
ciri-ciri anak broken home yang selanjutnya adalah lebih peka atau peduli pada
orang lain. Terutama pada mereka yang memiliki masa lalu sama dengannya.
Bahkan, terkadang tanpa orang lain meminta terlebih dahulu, ia akan menawarkan
bantuan.
Ia akan merasa
ditegur hatinya dan akan terpanggil secara alami untuk menolong serta
memberikan segala kepeduliannya. Hal ini terjadi karena mereka tahu seperti apa
rasanya kehilangan, kesepian, kesusahan, atau kesedihan lainnya.
Banyak yang mengatakan bahwa anak Broken Home itu tidak mempunyai masa depan yang cerah. Hidup mereka hancur karena tak mendapat perhatian dari orang tuanya. Siapapun yang membuat statemen ini akan saya katakan bahwa dia salah.
Mungkin memang
benar, anak-anak yang menjadi korban perceraian bermasalah soal masa depannya.
Namun selama sang anak punya pendirian yang kuat, punya tujuan yang jelas demi
keluarga kecilnya, dan menjaga diri dari pergaulan bebas yang sangat suram dan
gelap di luar sana. Maka setidaknya hal itu dapat menjamin sang anak berubah ke
kehidupan yang lebih baik.
Namun terlepas
dari semua penderitaan yang dialami korban broken home diatas, korban broken
home adalah pribadi yang dianugerahi tuhan dengan ketabahan dan kesabaran yang
luar biasa dalam menjalani hidup. Hilangnya keluarga dan kasih sayang bukan
berarti menghambat masa depan ia hingga jatuh kejurang kehidupan yang salah.
Jadikan motivasi dan penyemangat untuk terus menjalani hidup lebih baik dengan
mandiri dan buktikan bahwa kalian bisa tanpa orang tua kalian.
Hal yang anak-anak
korban perceraian atau broken home butuhkan bukanlah perlakuan khusus atau
dengan cara mengistimewakan mereka, namun lebih kepada bagaimana memahami
kondisi mereka dalam empati yang tinggi. Lalu jika mampu, berilah solusi tanpa
atau dengan mengajak setiap pihak yang terlibat dengan masalah mereka, untuk
setidaknya mengurangi beban mereka dengan sebuah tindakan yang pasti.
Sebaiknya kepada orang
tua korban, lebih memikirkan kondisi anak dibandingkan masalah dari diri
sendiri. Karena kalau sudah seperti ini anak yang menjadi korban dan harus
menanggung semua bebannya sendiri tanpa bantuan dari orang tua.