Kamis, 10 Oktober 2019



KERANGKA KARANGAN NON FIKSI


Tema/topik                  : Broken home
Judul                           : Anak Broken Home berbeda
Kerangka karangan     :
1.      Pembukaan :
Ø  Konsep :
o   Pengenalan  masalah : Anak broken home
Ø  Studi kasus :
o   Contoh kasus : Masa depan Anak broken home
2.      Isi :
Ø  Dampak : Kesepian yang dirasakan sang anak
Ø  Riset :
o   Anak “Broken Home” pasti sangat mengerti beberapa penderitaan yang ia alami ini.

1.                   Kehilangan
2.                   Kesedihan
3.                   Merasa sebagai sebab perpecahan
4.                   Entah dimana akan “berlabuh”

Ø  Argumentasi :
o   Banyak yang mengatakan bahwa anak Broken Home itu tidak mempunyai masa depan yang cerah. Hidup mereka hancur karena tak mendapat perhatian dari orang tuanya. Siapapun yang membuat statemen ini akan saya katakan bahwa dia salah.
o   Mungkin memang benar, anak-anak yang menjadi korban perceraian bermasalah soal masa depannya. Namun selama sang anak punya pendirian yang kuat, punya tujuan yang jelas demi keluarga kecilnya, dan menjaga diri dari pergaulan bebas yang sangat suram dan gelap di luar sana. Maka setidaknya hal itu dapat menjamin sang anak berubah ke kehidupan yang lebih baik.
3.      Penutup :
Ø  Solusi :
o   Hal yang anak-anak korban perceraian atau broken home butuhkan bukanlah perlakuan khusus atau dengan cara mengistimewakan mereka, namun lebih kepada bagaimana memahami kondisi mereka dalam empati yang tinggi. Lalu jika mampu, berilah solusi tanpa atau dengan mengajak setiap pihak yang terlibat dengan masalah mereka, untuk setidaknya mengurangi beban mereka dengan sebuah tindakan yang pasti.
Ø  Saran :
o   Sebaiknya kepada orang tua korban, lebih memikirkan kondisi anak dibandingkan masalah dari diri sendiri. Karena kalau sudah seperti ini anak yang menjadi korban dan harus menanggung semua bebannya sendiri tanpa bantuan dari orang tua.




“BROKEN HOME”

Banyak orang yang belum mengetahui apa arti sebenarnya dari sebuah kata 'broken home'. Istilah broken home dapat diartikan sebagai keadaan keluarga yang tidak harmonis karena adanya suatu masalah. Salah satu contohnya adalah jika seorang suami dan istri yang mengalami perceraian. Banyak sekali penyebab perceraian dari sebuah rumah tangga, salah satunya adalah mulai tidak harmonisnya hubungan antara seorang suami dan istri, yang membuat mereka sering bertengkar di depan maupun di belakang anak.

Perceraian orangtua ini sangat berdampak besar bagi kehidupan sang anak, banyak dampak yang ada mulai dari dampak positif hingga negatif. Mulai dari anak merasakan kurangnya kasih sayang dari orangtua, sedih berlarut karena tidak tega melihat sang ayah dan ibu bertengkar terus menerus, dan ada juga yang menjadi benci kepada kedua orangtuanya. Tumbuh dan berkembang di dalam keluarga yang bisa dibilang 'broken' bukanlah hal yang bisa dipilih oleh seorang anak. Tentu juga bukan hal yang mudah untuk dihadapi si anak. Sebab, anak broken home tumbuh di keluarga yang sering mengalami pertengkaran antar orangtua, bahkan sampai ada yang melakukan kekerasan. Menurut mereka, keadaan seperti itu sudah dianggap biasa bagi, karena saking sering nya melihat kondisi seperti itu di rumah. Akibatnya, terkadang anak menjadi tidak betah di rumah dan cenderung selalu sedih jika keadaan rumah sedang tidak baik. Hal ini bisa menyebabkan trauma dan stres yang mendalam kepada anak broken home. Tidak semua anak bisa menghadapi keadaan seperti itu dengan lapang dada, ada anak yang bisa menerima dan mengikhlaskan keputusan kedua orangtuanya untuk bercerai namun ada juga yang belum bisa menangani permasalahan seperti ini.

Setiap manusia yang terlahir kedunia pasti mempunyai  impian memiliki keluarga yang harmonis dan bahagia.  Keluarga adalah hal yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan setiap individu, bahkan masa depan seorang anak bergantung dari baik tidaknya hubungan sebuah keluarga. Namun adakalanya keluarga mengalami perpecahan yang berakibat perceraian, inilah yang dinamakan “Broken Home”.

Anak “Broken Home” pasti sangat mengerti beberapa penderitaan yang ia alami ini.

1.   Kehilangan

Korban Broken Home benar-benar mengerti apa itu yang dinamakan kehilangan sesungguhnya. Bagi orang normal, kehilangan semisal pacar atau barang berharga itu bukanlah hal yang perlu ditangisi hingga berlarut-larut. Kehilangan yang dialami oleh anak broken home bukanlah kehilangan yang bisa di dapat atau dikembalikan seperti semula. Mereka benar-benar kehilangan apa yang selama ini dimiliki setiap keluarga utuh, cinta dan kasih sayang. 

2.      Kesedihan

Ibaratnya mereka adalah kesedihan sebenarnya. Anak Broken Home benar-benar mengerti, bahkan sedih yang dialami orang lain. Mereka sadar bahwa apa yang dilalui ketika keluarga mereka hancur, disitulah kesedihan sesungguhnya berawal. Seperti yang saya katakan tadi, seakan dunia runtuh tepat dihadapannya. 

3.    Merasa sebagai sebab perpecahan

Karena pecahnya keluarga, kalian anak Broken Home pasti merasa bahwa masalah yang dialami orang tua ada sebab dari diri kalian sendiri hingga mengecap diri kalian seakan sebagai sebab perpecahan. Namun, saya fikir ini bukan alasan yang rasional bahwa kalian adalah sebab perpecahan itu 

4.   Entah dimana akan “berlabuh”

Kalian pasti berfikir keras dimana akan melanjutkan hidup, apalagi jika mengetahui bahwa kedua orang tua telah membangun keluarga baru mereka masing-masing. Kalian merasa buta arah dan tujuan hingga tersesat. Namun beruntunglah kalian jika memiliki sanak saudara maupun keluarga semisal nenek dan kakek yang senantiasa menerima kalian selalu.


Hidup di lingkungan keluarga yang keras seperti itu terkadang membuat anak broken home cenderung mempunyai kepribadian seperti di bawah ini:

1.       Introvert (tertutup)

Beberapa anak broken home terkadang menutup diri dikarenakan mereka terlalu banyak memendam dan berpikir bahwa tidak semua orang dapat mengerti isi hati mereka. Jadi, mereka lebih cenderung Introvert dibanding anak-anak yang lain. 

2.       Suka Overthinking

Dikarenakan suka memendam dan tidak dapat mengeluarkan isi hati nya, menyebabkan anak broken home mempunyai sifat overthinking. 

3.     Lebih Sensitive

Anak broken home cenderung mempunyai hati yang peka dan sangat sensitive terhadap apapun yang sedang mereka rasakan

Korban broken home yang sedari kecil tanpa pengawasan dari orang tua selalu berusaha dijalan lurus kehidupan, mereka cenderung iri kepada siapa pun yang hidup berdamai bersama keluarga nya meskipun berada di level sederhana.

Dengan berbagai latar belakang yang menjadi penyebab terjadinya broken home tersebut, anak selalu menjadi pihak yang paling dirugikan. Baik dari segi jasmani maupun secara psikis mereka.

Secara psikologis, kondisi anak broken home tentunya akan berbeda dengan anak yang terlahir dari keluarga yang harmonis. Beberapa di antara ciri-ciri anak broken home adalah:

1. Pendiam

Ketika mengalami broken home, sebagian anak akan menjadi anggota keluarga yang dipaksa untuk diam. Dengan pertengkaran dan adu pendapat yang terjadi pada kedua orangtuanya, ia harus menelan semua masalah tanpa bisa berpendapat.

Banyak orangtua beranggapan karena anaknya masih kecil sehingga tidak akan memahami apa yang terjadi pada kedua orangtuanya. Padahal tak jarang justru si anak sudah mengerti apa yang terjadi pada kedua orangtuanya dan akhirnya mengalami depresi. Sebagai jalan keluarnya, ia pun menjadi pendiam karena tidak mau masalah keluarganya semakin rumit lagi.

2. Menjadi Anak yang Unggul

Meskipun jarang terjadi, tapi sebenarnya ada ciri-ciri anak broken home yang positif. Anak tersebut bisa tumbuh dengan baik hingga dewasa dan bahkan menjadi seseorang yang unggul.

Biasanya anak yang seperti ini akan memiliki kepekaan yang tinggi dan kecerdasan melebihi orang lain. Tak jarang ia jadi memandang masalah yang dihadapinya secara dewasa.

3. Bijaksana

Seseorang yang bijaksana akan mengetahui batasan sampai mana ia membicarakan tentang masalah pribadinya. Sama halnya anak broken home, ia akan tumbuh menjadi seseorang yang bijak dan tidak sembarangan membicarakan masalahnya.

Meskipun biasanya ia terlihat lebih cuek dan tidak akan mulai berbicara terlebih dahulu, tapi bukan berarti ia tidak mempedulikan orang lain. Ia hanya memilih untuk tidak membuka diri, karena beranggapan orang lain yang tahu tentang masalahnya hanya akan mengetahui aibnya tanpa bisa menolong.

4.                        Lebih Peka atau Peduli

Salah satu dari ciri-ciri anak broken home yang selanjutnya adalah lebih peka atau peduli pada orang lain. Terutama pada mereka yang memiliki masa lalu sama dengannya. Bahkan, terkadang tanpa orang lain meminta terlebih dahulu, ia akan menawarkan bantuan.

Ia akan merasa ditegur hatinya dan akan terpanggil secara alami untuk menolong serta memberikan segala kepeduliannya. Hal ini terjadi karena mereka tahu seperti apa rasanya kehilangan, kesepian, kesusahan, atau kesedihan lainnya.


           Banyak yang mengatakan bahwa anak Broken Home itu tidak mempunyai masa depan yang cerah. Hidup mereka hancur karena tak mendapat perhatian dari orang tuanya. Siapapun yang membuat statemen ini akan saya katakan bahwa dia salah.

Mungkin memang benar, anak-anak yang menjadi korban perceraian bermasalah soal masa depannya. Namun selama sang anak punya pendirian yang kuat, punya tujuan yang jelas demi keluarga kecilnya, dan menjaga diri dari pergaulan bebas yang sangat suram dan gelap di luar sana. Maka setidaknya hal itu dapat menjamin sang anak berubah ke kehidupan yang lebih baik.

Namun terlepas dari semua penderitaan yang dialami korban broken home diatas, korban broken home adalah pribadi yang dianugerahi tuhan dengan ketabahan dan kesabaran yang luar biasa dalam menjalani hidup. Hilangnya keluarga dan kasih sayang bukan berarti menghambat masa depan ia hingga jatuh kejurang kehidupan yang salah. Jadikan motivasi dan penyemangat untuk terus menjalani hidup lebih baik dengan mandiri dan buktikan bahwa kalian bisa tanpa orang tua kalian.

Hal yang anak-anak korban perceraian atau broken home butuhkan bukanlah perlakuan khusus atau dengan cara mengistimewakan mereka, namun lebih kepada bagaimana memahami kondisi mereka dalam empati yang tinggi. Lalu jika mampu, berilah solusi tanpa atau dengan mengajak setiap pihak yang terlibat dengan masalah mereka, untuk setidaknya mengurangi beban mereka dengan sebuah tindakan yang pasti.

Sebaiknya kepada orang tua korban, lebih memikirkan kondisi anak dibandingkan masalah dari diri sendiri. Karena kalau sudah seperti ini anak yang menjadi korban dan harus menanggung semua bebannya sendiri tanpa bantuan dari orang tua.